Bapak
kala tidur mendengkur
kala lewat malam sholat malam
dua raka’at tak lupa bershalawat
tidur lagi, adzan shubuh bangun lagi
pagi membaca koran di beranda
: jumlah perawan turun, bukan janda!
perkosaan di mana-mana
“tanda adab manusia kurang agama”,
komentar bapak
rokok, kopi, kacamata: senjata
bukan sunnah, fardhu ain hukumnya
tapi korek api dipakai mamak
buat menghidupkan tungku penanak yang dibubuhi boboq
batang kayu dan sedikit siraman minyak
demi sajian sepiring nasi lindung hasil buruan amaq bucung
—saudara jauh bapak—di meja makan kami
bapak sudah tua
(tua: tanda dunia akan lepas dari kuasa manusia?)
bicaranya patah terbata-bata, pun melihat kadang buta
hidupnya di kursi roda, tak leluasa
dunia bapak hanya sebatas tanah berkeramik
dengan tembok putih bertuliskan rumah sakit
(2019)
Penyair yang Mati
beku, baku dan berdebu
: adalah kisahmu, kini
muda menggelora
tua membahana
mati dalam angka
sang pengabdi kata dan bunyi,
si mulut besar yang menjadi pesunyi
penyair bukan tuhan dengan hidup yang tahan
: fana, begitulah ia
laksana anjing gelandangan tak bertuan
akan tetap mati dalam sepi bila sudah dikehendaki
tapi abadi dengan kecuali
tanpa tubuh di semesta
cukup paras puisi, denging dongeng mendayu-ayu,
jannahmu lah yang tinggal
dan waktulah yang tanggal
kau tak perlu khawatir
ketika rima katamu yang menyanyi di mataku
membuat senyum bibirku menjuling,
itu pertanda: Izrail menjemputmu dengan suka cita
dan kau ditakdirkan bahagia di barzah
(2019)
Tidurlah
sudah pukul dua belas malam
pijar-pijar di langitmu sudah harus padam: mengganggu!
tubuhmu masuk waktu mati
sementara membumi
alas kapuk suci alami akan menemani
mohon hormati!
ini ori non pabrikan
dari tangan orang-orang pinggiran terbuang
tidurlah!
dingin menyengat
kantuk menyemangat
riuh menjauh
dan sepi kembali
tidurlah!
tidurlah!
mimpi bertepi
hampiri hari
bersapa rindu
esok bertemu
bahagialah!
(2019)
Kau Tanya Puisiku
kau tanya puisiku;
adalah baris kerutan
di wajahmu
kau tanya puisiku;
adalah helai kasih
yang tumbuh di tubuhmu
kau tanya puisiku;
adalah jemari yang menari
kala membelaimu
kau tanya puisiku;
adalah denyut rindu
yang menggelora di nadimu
kau tanya puisiku;
adalah setiap hela hembus nafasmu
kau tanya aku;
adalah untukmu
(2019)
Hujan
yang menyemaikan bulir kesejukan
tuaikan tangkai kebajikan
redamkan keriuhan
damaikan kesunyian
gugurkan duka
dan nestapa
tumbuhkan cinta
dan cita
kenangkan, senangkan
tertanda:
“dari yang tak kau harapkan, kadang begitu kau inginkan”
(2018)
Semilir Angin Malam
mengusik kesenyapan, mendekap dingin hati
yang membara oleh rasa kebencian,
menyelimuti tubuh yang kaku oleh letih
dunia penuh kegemerlapan
deru hembusnya menyapa ke setiap sisi malam
: sorak ramai dedaunan pohon rindang di kegelapan
membawa suasana sunyi menjadi mencekam
di sini
: di pangkuan semesta
para anak adam hanyut terlelap dengan sejuta mimpi mereka
(2017)